MAKALAH PERMASALAHAN GIZI DIKUKAR DAN KALTIM
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada
tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni
masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya
kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi,
menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya
masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat
tertentu yang disertai dengan minimnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang,
dan kesehatan. Dengan demikian, sebaiknya masyarakat meningkatkan perhatian
terhadap kesehatan guna mencegah terjadinya gizi salah (malnutrisi) dan risiko
untuk menjadi kurang gizi.
Tingginya angka kematian ini juga dampak dari kekurangan
gizi pada penduduk. Mulai dari bayi dilahirkan, masalahnya sudah mulai muncul,
yaitu dengan banyaknya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR<2.5 Kg).
Masalah ini berlanjut dengan tingginya masalah gizi kurang pada balita, anak
usia sekolah, remaja, dewasa sampai dengan usia lanjut.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan
masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan
medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah
multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan
berbagai sektor yang terkait.
Suatu penyakit timbul karena tidak seimbangnya berbagai
faktor, baik dari sumber penyakit (agens), pejamu (host) dan lingkungan
(environment). Hal itu disebut juga dengan istilah penyebab majemuk (multiple
causation of diseases) sebagai lawan dari peiiyebab tunggal (single causation).
B.
Tujuan
a. Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Nilai
UTS Mata Kuliah Gizi dan Pangan Semester III
b. Sebagai Bahan Pembelajaran dan
Survei Dalam Mengetahui Kondisi Gizi dan Kesehatan Bagi Masyarakat Kalimantan
Timur.
c. Ikut Serta Dalam Mencari Solusi Bagi
Permasalahan Gizi dan Kesehatan Pada Masyarakat Kalimantan Timur.
II
PEMBAHASAN
A.
Kutai Kartanegara Dan Gizi Buruk
Angka
Rp
4,7 Triliun adalah nilai APBD terbesar untuk sebuah kabupaten pada tahun 2011.
Angka itu dimiliki oleh Kutai Kartanegara (Kukar)sehingga menempatkan
Kukar sebagai kabupaten 'terkaya' se-Indonesia. Namun sungguh ironi, penderita
gizi buruk di Kaltim tahun 2011 ternyata paling banyak berada di Kukar.
Berdasarkan survei Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim pada tingkat gizi anak-anak di 14 kabupaten-kota se-Kaltim tahun 2011, tercatat sebanyak 291 anak di Kaltim menderita gizi buruk, dengan Kabupaten Kukar menempati urutan pertama sebanyak 61 anak. Kasus gizi buruk terendah terjadi di Balikpapan dengan hanya 1 kasus.
Terhadap data ini, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Syafak Hanung cenderung 'menyalahkan' masyarakat. Menurut Hanung, masih banyaknya ditemukan penderita gizi buruk disebabkan minimnya kesadaran dan pemahaman orang tua terhadap posyandu bagi anak, sehingga informasi nilai gizi pada anak terabaikan.
Dinkes Kaltim pun akan menggerakkan kader kesehatan dan seluruh posyandu di setiap kecamatan di masing-masing kabupaten-kota se Kaltim, termasuk melibatkan orang tua dalam sosialisasi peningkatan gizi anak-anak. Saya hanya akan menyoroti Kukar. Seandainya fakta ini dijadikan tema perbincangan dalam sebuah forum, niscaya akan ada komentar miring dengan kalimat sejenis seperti di bawah ini:
"Kukar daerah kaya,tapi bikin malu!"
"Gizi buruk Kukar tertinggi, ke mana saja APBD-nya? Dikorupsi ya?"
"Banyak pejabat Kukar tersangkut kasus korupsi, jembatannya runtuh, gizi buruk tertinggi. Ini bukti ada yang tidak beres dalam pengelolaan Kukar."
Tiga contoh komentar di atas bisa jadi mewakili suara masyarakat yang bernada marah, geram, sinis, antipati terhadap pemerintah Kukar. Pengamat dan tokoh politik di luar koalisi pemerintah pun mungkin saja bersuara sama alias mengkritik keras. Adapula sebagian kelompok pemuda dan mahasiswa berhaluan revolusioner ataupun moderat yang memilih aksi turun ke jalan alias demonstrasi sebagai wujud kepedulian (versi mereka).
Namun, apakah komentar miring, kritikan pedas, unjuk rasa mampu mengubah situasi? Pada suatu keadaan di tempat dan waktu yang lain boleh jadi tindakan tersebut membawa hasil yang positif. Tetapi, Kukar adalah area tersendiri yang `istimewa'. Kultur politik, sosial dan budaya Kukar tak memungkinkan aksi frontal atau revolusioner dapat mengubah keadaan. Penguasa Kukar adalah representasi mayoritas kekuatan sosial politik. Begitu pula etnis asli Kukar telah terbiasa dalam kehidupan masyarakat yang tenang dan damai tanpa kekerasan.
Kita rakyat kecil tak punya kekuatan dan akses kekuasaan untuk memposisikan Kukar sesuai dengan predikatnya sebagai daerah terkaya dan masyarakatnya juga kaya lagi sejahtera. Keluh kesah, suara negatif, dan aksi protes tak dapat diandalkan dalam menyelesaikan masalah, sebaliknya hanya akan membuat sakit hati saja.
Rakyat Kukar sudah berpartisipasi mendukung pemerintah membangun kabupaten dengan menyukseskan pilkada, membuat keamanan dan ketertiban daerah yang kondusif, aktif berperan serta dalam PNPM Mandiri, dan program lainnya.
Rakyat Kukar telah menggunakan daya dan upaya sesuai kapasitasnya sebagai obyek pembangunan. Sebagai insan yang berketuhanan, kita mempunyai `senjata rahasia' yang ampuh. Ya, doa kepada Sang Pencipta adalah kekuatan manusia saat daya dan upaya sudah dilakukan.
Berdasarkan survei Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim pada tingkat gizi anak-anak di 14 kabupaten-kota se-Kaltim tahun 2011, tercatat sebanyak 291 anak di Kaltim menderita gizi buruk, dengan Kabupaten Kukar menempati urutan pertama sebanyak 61 anak. Kasus gizi buruk terendah terjadi di Balikpapan dengan hanya 1 kasus.
Terhadap data ini, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim Syafak Hanung cenderung 'menyalahkan' masyarakat. Menurut Hanung, masih banyaknya ditemukan penderita gizi buruk disebabkan minimnya kesadaran dan pemahaman orang tua terhadap posyandu bagi anak, sehingga informasi nilai gizi pada anak terabaikan.
Dinkes Kaltim pun akan menggerakkan kader kesehatan dan seluruh posyandu di setiap kecamatan di masing-masing kabupaten-kota se Kaltim, termasuk melibatkan orang tua dalam sosialisasi peningkatan gizi anak-anak. Saya hanya akan menyoroti Kukar. Seandainya fakta ini dijadikan tema perbincangan dalam sebuah forum, niscaya akan ada komentar miring dengan kalimat sejenis seperti di bawah ini:
"Kukar daerah kaya,tapi bikin malu!"
"Gizi buruk Kukar tertinggi, ke mana saja APBD-nya? Dikorupsi ya?"
"Banyak pejabat Kukar tersangkut kasus korupsi, jembatannya runtuh, gizi buruk tertinggi. Ini bukti ada yang tidak beres dalam pengelolaan Kukar."
Tiga contoh komentar di atas bisa jadi mewakili suara masyarakat yang bernada marah, geram, sinis, antipati terhadap pemerintah Kukar. Pengamat dan tokoh politik di luar koalisi pemerintah pun mungkin saja bersuara sama alias mengkritik keras. Adapula sebagian kelompok pemuda dan mahasiswa berhaluan revolusioner ataupun moderat yang memilih aksi turun ke jalan alias demonstrasi sebagai wujud kepedulian (versi mereka).
Namun, apakah komentar miring, kritikan pedas, unjuk rasa mampu mengubah situasi? Pada suatu keadaan di tempat dan waktu yang lain boleh jadi tindakan tersebut membawa hasil yang positif. Tetapi, Kukar adalah area tersendiri yang `istimewa'. Kultur politik, sosial dan budaya Kukar tak memungkinkan aksi frontal atau revolusioner dapat mengubah keadaan. Penguasa Kukar adalah representasi mayoritas kekuatan sosial politik. Begitu pula etnis asli Kukar telah terbiasa dalam kehidupan masyarakat yang tenang dan damai tanpa kekerasan.
Kita rakyat kecil tak punya kekuatan dan akses kekuasaan untuk memposisikan Kukar sesuai dengan predikatnya sebagai daerah terkaya dan masyarakatnya juga kaya lagi sejahtera. Keluh kesah, suara negatif, dan aksi protes tak dapat diandalkan dalam menyelesaikan masalah, sebaliknya hanya akan membuat sakit hati saja.
Rakyat Kukar sudah berpartisipasi mendukung pemerintah membangun kabupaten dengan menyukseskan pilkada, membuat keamanan dan ketertiban daerah yang kondusif, aktif berperan serta dalam PNPM Mandiri, dan program lainnya.
Rakyat Kukar telah menggunakan daya dan upaya sesuai kapasitasnya sebagai obyek pembangunan. Sebagai insan yang berketuhanan, kita mempunyai `senjata rahasia' yang ampuh. Ya, doa kepada Sang Pencipta adalah kekuatan manusia saat daya dan upaya sudah dilakukan.
Oleh:
Yournalia Shagieta, warga Kukar
Tribun Kaltim - Sabtu, 28 Januari
2012 12:54 WITA
III
SOLUSI PERMASALAHAN
Menurut (Moehji,
Sjahmien. 1999) kasus gizi buruk dan gizi kurang ditengarai akibat
rendahnya pengetahuan orang tua mengenai gizi keluarga, faktor ekonomi keluarga
yang tidak memadai, faktor sosial budaya serta sanitasi rumah tangga yang buruk
sehingga anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup dan mudah terkena penyakit
infeksi.Masalah gizi di Indonesia ini harus ditanggulangi dengan pendekatan
multi dimensional yang komprehensif dan tidak cukup hanya dengan memberikan
makanan bergizi.
Namun juga
diperlukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan orang tua akan gizi. Seperti
bagaimana memberdayakan ayah dan ibunya agar mengetahui, mendapatkan dan mampu
membudidayakan sumber pangan bergizi, serta mengolahnya dengan memperkecil
kerusakan kandungan gizi dan bagaimana memberi makan pada anak. Hal ini
termasuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih Sehat dengan sanitasi rumah tangga.
Budidaya sumber pangan selain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak juga
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
Pemerintah dan sektor swasta berperan penting dalam
menciptakan suasana kondusif dan memfasilitasi edukasi serta pemberdayaan
masyarakat namun yang terpenting adalah kesadaran dan komitmen masyarakat itu
sendiri untuk meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan generasi muda
anak-anak Indonesia yang sehat dan berkualitas.
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ada 4 faktor yang
melatarbelakangi gizi buruk yaitu :ekonomi, sanitasi, pendidikan orangtua, dan
perilaku orangtua. Kemiskinan salah satu determinan
social-ekonomi, merupakan akar dariketiadaan pangan, tempat mukim yang
berjejalan, dan tidak sehat serta ketidakmampuanmengakses fasilitas kesehatan.
Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematiananak.
Kurang kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama
bayidan anak yang tengah tumbuh-kembang.
Gizi buruk cenderung
menyerang setelah merekaberusia 18 bulan. Penilaian status gizi masyarakat
memerlukan kebijakan yang menjaminsetiap anggota masyarakat mendapatkan makanan
yang cukup jumlah dan mutunya. Giziyang diperoleh seorang anak melalui konsumsi
makanan setiap hari. Kecukupan zat giziberpengaruh pada kesehatan dan
kecerdasan anak.Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakityang datang tiba-tiba
begitu saja. Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk danmenjadi
kronik saat mencapai puncaknya. Masalah defisiensi gizi
khususnyamenjadiperhatian karena berbagai penelitian menunjukan adanya efek
jangka panjang terhadanp pertumbuhan dan perkembangan otak manusia.
B.
Saran
Jika
dalam kasus ataupun pembahasan yang kami angkat ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka saran dan kritik demi membangun kesempurnaan sebuah makalah
ini sangat kami harapkan
LAMPIRAN-LAMPIRAN




Ngeri eh, sudah jadi makalahnya :p
BalasHapus